“Nasionalisme; Supremasi Perpolitikan Negara”

9786020366562_Nasionalisme-Supremasi-Perpolitikan-Negara__w600_hauto

RESENSI BUKU “Nasionalisme; Supremasi Perpolitikan Negara”

A. Identifikasi Buku

  1. Penulis : Thomas T. Pureklolon, M.Ph., M.M., M.Si.
  2. ISBN : 9786020366562
  3. Golongan : Politik
  4. Tahun Terbit : 2017
  5. Jumlah Halaman : 356 Halaman
  6. Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
  7. Ukuran : 15 cm x 23 cm

B. Sekilas Tentang Penulis

Dr. Thomas T. Pureklolon, M.Ph., M.M., M.Si menyelesaikan program doktoral di Universitas Indonesia dengan judul disertasi “Pemikiran Politik Thomas Aquinas tentang Negara dan Hukum”. Sebelumnya ia meraih meraih Sarjana Filsafat dan Master Filsafat dan Teologi di Sekolah Tinggi Filsafat Ledalero dan pada tahun 1996 ditahbiskan menjadi pastor dalam Serikat Sabda Allah. Selain itu, ia juga meraih Master Ilmu Politik (M.Si) pada Program Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia pada 2003. Pada tahun yang sama, Thomas juga menyelesaikan program Magister Managemen (M.M) di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Jakarta.

Sebagai Doktor Ilmu Politik dalam bidang Pemikiran Politik, Thomas saat ini menjadi dosen di Fakultas Liberal Arts Universitas Pelita Harapan. Sebelum mengajar di UPH, Thomas pernah menjadi staf pengajar pada Program Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia (2002-2013); staf pengajar pada Program Pascasarjana Kajian Wilayah Eropa Universitas Indonesia (2004-2012) untuk mata kuliah Ideologi Politik Kontemporer Negara-Negara Eropa dan Perkembangan Religi di Eropa. Pada 2005-2008 ia juga pernah mengajar mata kuliah yang unik di Universitas Indonesia, yakni Internship DPR yang bermitra dengan Pola Kerja Anggota Parlemen di Senayan. Pada 2009 Thomas bekerja sama dengan DPD RI melakukan penelitian tentang Implementasi Ideologi Pancasila di Yogyakarta, Bali, Makassar, dan Kupang. Tidak hanya itu, pada 2013 Thomas juga mengikuti program ToT (Training of Trainers) yang diselenggarakan oleh LEMHANNAS RI, untuk dosen Kewarganegaraan seluruh Indonesia dan keluar sebagai peserta terbaik. Pada 2014, bertempat di gedung LEMHANNAS RI, Thomas pernah diundang sebagai pembahas pertama buku Induk COR LEMHANNAS RI untuk Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia. Ia juga aktif dalam memberikan seminar tentang politik, negara, dan demokrasi di beberapa kampus dan KESBANGPOL DKI Jakarta. Dari sekian banyak naskah akademik yang pernah dihasilkan selama kuliah di Universitas Indonesia, termasuk tesis dan disertasi, buku Komunikasi Politik, Mempertahankan Integritas Akademisi, Politisi, dan Negarawan adalah buku pertama yang ditulis dalam bidang ilmu politik.

C. Sekilas Tentang Buku

Buku ini mengupas tentang Nasionalisme yang disandingkan dengan beberapa aspek seperti negara, legitimasi, hak-hak asasi manusia, demokrasi, dan hukum.

Bukan hal mudah untuk menyatukan visi dan tujuan dari banyak orang untuk membangun sebuah komunitas. Negara adalah bentuk komunitas besar yang terdiri dari banyak orang dari berbagai macam latar belakang. Seperti halnya komunitas atau bentuk organisasi lain, untuk menegakkan negara, dibutuhkan kerja sama dan kesatuan para anggotanya.

Tanpa adanya persatuan dalam sebuah negara, akan sangat sulit mempertahankan kedaulatan negara tersebut. Salah satu yang paling gencar dibicarakan dan diajukan sebagai “perekat” antar-penduduk dalam sebuah negara adalah nasionalisme.

D. Ringkasan Materi Buku

Buku “Nasionalisme; Supremasi Perpolitikan Negara” ditulis oleh Thomas T. Pureklolon yang merupakan tenaga pengajar ilmu perpolitikan dan banyak bermitra dalam lingkungan Parlemen Senayan maupun lembaga non struktural perpolitikan lainnya.

Nasionalisme menjadi arena ekspresi sosial dan budaya masyarakat yang demokratis. Nasionalisme adalah sebuah ideologi politik yang mampu menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Cikal bakal pertama kali munculnya nasionalisme di Indonesia dicetuskan oleh Sukarno melalui Partai Nasional Indonesia. Di sinilah muncul legitimasi dan nasionalisme dalam diri seorang pemimpin yang berkompeten dan juga munculnya kepercayaan dan harapan dari rakyat Indonesia. Dalam legitimasi politik tidak boleh ada pengaruh etnis yang malah merugikan keputusan-keputusan politik.

Tanpa nasionalisme, dan praktik demokrasi yang berjalan dalam arus mekanismenya yang berbeda, hampir dipastikan bahwa lajur perpolitikan dalam sebuah negara akan berbeda dan sama sekali akan berubah. Budaya masyarakat yang demokratis digunakan sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaan, karena kekuasaan itu akan ada jika masyarakat menerima dan mau mengakui sebagai institusi untuk membantu masyarakat dalam merealisasikan cita-cita individu. Di sinilah legitimasi berkaitan langsung dengan sikap masyarakat terhadap kewenangan.

Isu politik nasionalisme dalam sebuah negara hukum yang demokratis akan menjadi legitim dalam pengimplementasiannya dengan tetap mengakui, menghargai, dan menghormati serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Di sinilah nasionalisme sebagai supremasi perpolitikan negara menjadi pemahaman yang kuat dan berdaulat di masyarakat Indonesia.

Isu politik yang dibahas dalam buku ini terdiri atas lima bagian yakni: bagian pertama, menjelaskan tentang Nasionalisme dan Negara. Bagian kedua, Nasionalisme dan Legitimasi. Bagian ketiga, menjelaskan tentang Nasionalisme dan Hak-hak Asasi Manusia. Bagian keempat, menjelaskan tentang Nasionalisme dan Demokrasi. Dan bagian kelima, menjelaskan tentang Nasionalisme dan Hukum. Seluruh isu politik dalam buku ini terkait langsung dengan isu politik nasionalisme sebagai isu politik utma dan sebagai perekat di dalam sebuah warga masyarakat.

Bagian pertama, mengupas tentang Nasionalisme dan Negara. Negara merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan  suatu sistem kemasyarakatan, sedangkan nasionalisme adalah sifat loyalitas tertinggi pada negara dan akan menimbulkan rasa kepemilikan terhadap negara yang utuh. Nasionalisme dapat berhubungan dengan pelaksanaan antara hak dan kewajiban, namun tidak dapat dipaksakan karena setiap individu mempunyai pilihan masing-masing. Semangat nasionalisme sendiri tidak dapat dipaksakan karena harus lahir dari dalam diri setiap individu. Nasionalisme dapat bersifat positif atau negative. Nasionalisme yang bersifat positif adalah nasionalisme yang memberikan efek positif bagi perkembangan suatu negara, sedangkan nasionalisme yang bersifat negative adalah nasionalisme yang menimbulkan efek fanatisme dan merugikan negara itu sendiri. Oleh karena itu sangat penting membangun nasionalisme yang berdasar pada moral dan kemanusiaan.

Nasionalisme dapat dibangun dengan berbagai cara di antaranya: (1) menanamkan nilai-nilai kebangsaan yang tepat sejak dini pada generasi muda, (2) memperkenalkan asal-usul bangsa dan negara melalui sejarah, (3) menjaga kepercayaan yang telah diberikan rakyat kepada pemerintah, dan (4) menjalankan pemerintahan yag adil dalam rangka mengakomodasi kepentingan seluruh pihak dan golongan dalam negara. Nasionalisme berkembang dari adanya pengetahuan dan pemahaman tentang suatu negara, misalnya dari negara yang kita diami, selain itu ada beberapa pilar yang mendasari pemaknaan, perwujudan, dan tujuan nasionalisma agar selalu relevan dengan perkembangan zaman berupa unity, liberty, equality, personality, dan performance. Tidak jarang terdapat tantangan dalam membangun dan mengembangkan nasionalisme, salah satunya adalah kekecewaan warga negara yang merasa kepentingannya tidak diperjuangkan oleh negara. Oleh karena itu, negara dalam hal ini pemerintah perlu membangun kepercayaan terhadap rakyat dengan membangun pemerintahan berjalan dengan transparan.

Negara yang terdiri atas wilayah, rakyat dan kedaulatan memiliki masing-masing ideologi yang merupakan persamaan pandang dalam menjalankan aktivitas kenegaraannya. Dari sudut pandang atau kesamaan ideologi inilah yang merupakan nilai dasar yang harus ada dalam penanaman rasa nasionalisme sehingga nasionalisme dalam suatu negara mutlak harus ada untuk mencapai tujuan negara itu sendiri. Tidak ada negara yang dapat berhasil mencapi tujuan negaranya tanpa adanya rasa nasionalisme dari warga negaranya.

Bagian kedua, mengupas tentang Nasionalisme dan Legitimasi. Nasionalisme memiliki dua arti, pertama; merupakan ajaran untuk mencintai bangsa dan negara sendiri. Kedua; kesadaran anggota dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan itentitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa. Legitimasi adalah keterangan yang mengesahkan atau membenarkan bahwa pemegang keterangan adalah benar-benar yang dimaksud. Nasionalisme dijadikan sebagai suatu ideologi di mana suatu bangsa memiliki kesamaan budaya, bahasa, wilayah, serta tujuan dan cita-cita sehingga sebuah kesetiaan yang mendalam terhadap kelompok bangsa dapat terasa.

Terdapat beberapa golongan masyarakat dalam mewujudkan sifat nasionalisme di Indonesia, yaitu golongan pelajar, golongan professional (guru), dan golongan pers (Koran). Namun, kadang terdapat halangan yang diakibatkan oleh globalisasi, hingga Indonesia mengalami ancaman hilangnya nasionalisme karena situasi ekonomi, sosial, dan politik dalam negeri. Hal ini menjadikan orang Indonesia menjadi kurang percaya terhadap nasionalisme hingga memilih pindah nasionalitasnya dan sifat nasionalismenya berkurang.

Legitimasi di Indonesia sedang dipertanyakan karena undang-undang yang berlaku tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh warga Indonesia, karena memilih jalan pintas sebagai jalan keluar dari peraturan-peraturan Indonesia misalnya dengan memberikan sejumlah uang kepada penegak huku yang ujung-ujungnya akan terjadi praktik korupsi yang memunculkan pelaku korupsi. Dengan demikian, institusi penegak hukum kurang diakui lagi oleh masyarakat dan masyarakat menjadi apatis dalam berpolitik. Dampak lainnya adalah pudarnya sifat nasionalisme karena warganya sendiri menjadi curiga karena kurang efektifnya peraturan yang berlaku.

Bagian ketiga, mengupas tentang Nasionalisme dan Hak Asasi Manusia. Hak asasi adalah hak-hak yang dimiliki manusia bukan semata-mata karena ia manusia, tetapi hak itu merupakan pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa, di mana menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan manusia. Sedangkan nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia, yang semakin ke sini ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat mulai merosot. Ditinjau dari kedua sisi, baik Hak Asasi Manusia dan Nasionalisme, bahwa Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme religius, yaitu nasionalisme yang bermoral Ketuhanan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, menghargai hak dan martabat tanpa membedakan suku, ras, keturunan, status sosial dan agama, mengembangkan sikap saling mencintai antara sesama, tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap sesama manusia, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Bagian keempat, mengupas tentang Nasionalisme dan Demokrasi. Demokrasi artinya pemerintahan oleh, dari, dan untuk rakyat, yang artinya kekuasaan di tangan rakyat. Prinsip demokrasi adalah kesetaraan dalam hukum, partisipasi warga negara dalam pembuatan hukum, dan kebebasan berbicara. Keterbatasan demokrasi Indonesia adalah karena bersumber dari negara barat. Indonesia tidak bisa langsung menerima, tapi harus menyaring dan menyesuaikan dengan Pancasila. Penyesuaian dan tuntutan zaman mengakibatkan demokrasi Indonesia mengalami beberapa kali perubahan. Penyalahgunaan demokrasi di Indonesia terjadi karena keegoisan pihak tertentu dan ketidaktahuan masyarakat karena kurangnya pendidikan sehingga kepercayaan pada pemerintah menjadi hilang.

Demokrasi bertujuan mencapai keadilan, pemerataan, musyawarah untuk mencapai mufakat, dan pembangunan berkesinambungan. Perwujudannya dalam aspek sosial politik, dan ekonomi menjadi pilar untuk menjaga eksistensi nasionalisme. Krisis negara menyebabkan tidak tercapainya tujuan demokrasi sehingga mengancam rasa nasionalisme.

Nasionalisme artinya sesuatu yang hidup secara dinamis, berkembang serta mencari bentuk baru sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Adapun tantangan perkembangan demokrasi yaitu kelompok radikal, kepicikan, kedaerahan, ketidakadilan, globalisasi, dan situasi di Indonesia. Rasa nasionalisme selalu mempengaruhi demokrasi menjadi lebih baik lagi, cara yang terbaik adalah win-win solution.

Tantangan nasionalisme secara eksternal adalah krisis dan kritik akan kekuatan militer dan ekonomi, dan masalah internal adalah ketidakmampuan negara memenuhi kebutuhan warganya. Hal ini bukan masalah jika negara kuat dan mandiri, sehingga dapat menyediakan dasar kukuh bagi negara dan dapat melindungi warganya. Hal ini dapat tercapai jika rasa nasionalisme tinggi sehingga semua elemen (Pemerintah dan rakyat) saling berkontribusi.

Demokrasi dan nasionalisme selalu berkaitan dan selalu berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman agar lebih baik. Demokrasi dapat berdampak baik jika segala sesuatunya dilakukan atas dasar nasionalisme, dipikirkan dengan akal sehat untuk dampak ke depannya dengan cara matang. Demokrasi dapat berdampak buruk jika disertai dengan rasa egoisme, ingin menang sendiri dan tidak mementingkan kepentingan negara. Egoisme dapat terlihat dari KKN yang terjadi. Egoisme kelompok elite atau wilayah dapat pula menghancurkan negara. Jika demokrasi dan nasionalisme tinggi, permasalahan di Indonesia dapat terselesaikan karena setiap elemen akan membantu jalan dan perkembangan negara sehingga negara menjadi kuat. Semua negara di dunia memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda dan memiliki kekurangan dan kelebihannya sendiri. Sistem pemerintahan juga tidak bisa disamaratakan di setiap negara, karena system pemerintahan yang digunakan di suatu negara belum tentu cocok di negara lain. Semua harus didasarkan dari keadaan negaranya, seperti halnya Rusia, Arab, Amerika, ataupun Indonesia mempunyai pola pemerintahan tersendiri.

Bagian kelima, mengupas tentang nasionalisme dan hukum. Esensi tentang nasionalisme dan hukum merupakan dua hal sentral dalam menganalisis kukuhnya sebuah negara. Nasionalisme berkaitan dengan simbol-simbol tertentu dalam sebuah negara. Sedangkan hukum adalah suatu system peraturan yang mengatur dan mengikat suatu masyarakat pada daerah tertentu. Hubungan antara nasionalisme di Indonesia dipaparkan secara jelas pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan merupakan hukum yang telah ditetapkan untuk mendefinisikan makna nasionalisme secara mendalam kepada masyarakat Indonesia, dan telah dihubungkan melalui identitas nasional Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 35-36C yaitu: (1) Bahasa Nasional/ Bahasa Persatuan adalah Bahasa Indonesia, (2) Bendera negara yaitu Sang Merah Putih, (3) Lagu Kebangsaaan yaitu Indonesia Raya, (4) Lambang Negara yaitu Burung Garuda, (5) Semboyan Negara yaitu Bhineka Tunggal Ika, (6) Dasar falsafah negaara yaitu Pancasila, (7) Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945, (8) Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, (9) Konsepsi Wawasan Nusantara, (10) Kebudayaan Daerah diterima sebagai Kebudayaan Nasional. Meski hubungan nasionalisme dan hukum telah ditentukan dan disepakati pada undang-undang di Indonesia, pada praktiknya tidak berjalan dengan mulus karena pada era globalisasi seperti sekarang, di mana informasi menjadi sangat mudah didapat secara tidak langsung mempengaruhi semangat nasionalisme dan juga hukum yang ada. Masyarakat banyak yang tidak bangga dengan bangsa, bahasa, dan segala hal yang berhubungan dengan nasionalisme terutama pada bangsa Indonesia. Peran hukum juga tidak bisa mengatur karena tidak adanya sanksi yang jelas dalam peraturan tentang nasionalisme yang telah ditentukan sehingga masyarakat menunjukkan sikap apatis. Untuk dapat bertahan di zaman sekarang, setiap individu harus memiliki rasa nasionalisme yang kuat agar dapat menunjukkan bahwa negara merupakan negara yang berdaulat dan kuat di mata dunia, hingga tidak direndahkan oleh negara-negara lainnya.

E. Gaya Penulisan

Thomas T. Pureklolon merupakan seorang penulis academic writer dengan ilmu politik sesuai dengan latar belakang pendidikan ilmu politik dan praktisi akademisi di bagian ilmu politik pula. Ini terlihat dari paparan biografi yang tertera di bagian belakang buku “Nasionalisme; Supremasi Perpolitikan Negara”. Tujuan utama penulis bukan untuk mendapat uang, tapi reputasi dan kredibilitas pengaplikasian atas ilmu yang dimiliki.

Gaya penulisan yang dipakai menggunakan teknik deskriptif-naratif, di mana penulis menggambarkan bahwa seolah olah orang yang sedang membaca teks tersebut dapat secara langsung merasakan, mendengar ataupun melihat secara langsung dengan benda yang sedang di bahas tersebut dalam suatu tulisan yang berupa paragraph atau teks, dan bersifat untuk menguraikan ataupun menjelaskan suatu keadaan. Hal ini terlihat dari uraian-uraian penulis dalam menjabarkan tulisannya dari awal sampai akhir selain untuk menyampaikan seputar nasionalisme ditinjau dari berbagai aspek, juga ingin memberikan gambaran hal-hal yang berkaitan dengan nasionalisme baik yang terjadi di masa lalu, yang sedang terjadi, dan harapan nasionalisme di masa yang akan datang.

F. Membosankan/Tidak

Secara keseluruhan isi dari buku ini tidak membosankan, karena penulis ingin menyampaikan pesan kepada pembaca terkait nasionalisme disandingkan dengan berbagai aspek; seperti perspektif negara, perspektif legitimasi, perspektif hak-hak asasi manusia, perspektif demokrasi, dan perspektif hukum dengan diperkuat dengan sumber-sumber data yang dapat menunjang materi nasionalisme itu sendiri. Hal ini ditunjang dengan banyaknya referensi yang menjadi acuan baik di bagian bab nya ataupun sumber secara keseluruhan. Namun di bagian bab per bab nya, penulis selalu mengulang terkait harfiah nasionalisme sehingga menjadikan pertanyaan untuk pembaca, referensi nasionalisme yang mana yang akan dipakai terlebih oleh pembaca yang masih minim akan pengetahuan, hal ini menjadikan banyak multi tafsir seputar makna nasionalisme dan sebagainya.

G. Efektifitas dan Efisiensi

Pembahasan tentang nasionalisme sebagai supremasi perpolitikan negara dalam buku ini dinilai angat efektif dan efisien dalam memahami dan menghayati nasionalisme bagi masyarakat atau pun bagi pejabat pemerintahan dan lembaga negara. Nasionalisme adalah harga mati bagi keutuhan NKRI. Karena bukan hal mudah untuk menyatukan visi dan tujuan dari banyak orang untuk membangun sebuah komunitas.

Negara adalah bentuk komunitas besar yang terdiri dari banyak orang dari berbagai macam latar belakang. Seperti halnya komunitas atau bentuk organisasi lain, untuk menegakkan negara, dibutuhkan kerja sama dan kesatuan para anggotanya. Tanpa adanya persatuan dalam sebuah negara, akan sangat sulit mempertahankan kedaulatan negara tersebut. Salah satu yang paling gencar dibicarakan dan diajukan sebagai “perekat” antar-penduduk dalam sebuah negara adalah nasionalisme.

H. Substansi

Substansi materi buku sangat baik, dimana pembahasan tentang nasionalisme menjadi arena ekspresi sosial dan budata masyarakat yang demokratis. Nasionalisme adalah sebuah ideologi polittk yang mampu menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Cikal bakal pertama kali munculnya nasionalisme di Indonesia dicetuskan oleh Sukarno melalui Partai Nasional Indonesia. Di sinilah muncul legitimasi dan nasionalisme dalam diri seorang pemimpin yang berkompeten dan juga munculnya kepercayaan dan harapan dari rakyat Indonesia. Dalam legitimasi politik tidak boleh ada pengaruh etnis yang malah merugikan keputusan-keputusan politik.

Tanpa nasionalisme, dan praktik demokrasi yang berjalan dalam arus mekanismenya yang berbeda, hampir dipastikan bahwa lajur perpolitikan dalam sebuah negara akan berbeda dan sama sekali akan berubah. Budaya masyarakat yang demokratis digunakan sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaan, karena kekuasaan itu akan ada jika masyarakat menerima dan mau mengakui sebagai institusi untuk membantu masyarakat dalam merealisasikan cita-cita individu. Di sinilah legitimasi berkaitan langsung dengan sikap masyarakat terhadap kewenangan.

I. Nilai-Nilai Yang Dikembangkan

1. Nilai edukatif

Agar nasionalisme tertanam, ada beberapa syarat yang mesti terpastikan: pertama, pendidikan harus bisa diakses oleh seluruh warga Negara tanpa kecuali dan tanpa diskriminasi; kedua, penyelenggaraan pendidikan harus demokratis dan partisipatif; ketiga, isian pendidikan harus mencerdaskan dan menanamkan nilai-nilai progressif, seperti nasionalisme, demokrasi, kemanusiaan, solidaritas, gotong-royong, dan lain-lain.

2. Nilai ketuhanan

Bahwa dengan nasionalisme, Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa;  Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa; serta  Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

3. Nilai praktis

Nilai praktis pada pembahasan nasionalisme, antara lain: 1.Memacu peningkatan kualitas pendidikan untuk membangunmasyarakat profesional yang pada gilirannya mempertebal lapisan masyarakat Indonesia golongan menengah dan atas. Kompetisi positif pada lapisan-lapisan tersebut akan memperkecil gap antara kaya dan miskin. 2.Mengembalikan roh atau jiwa Pancasila ke dalam batang tubuh UUD 1945 hasil empat kali amandemen. 3.Memperkuat barisan Islam tradisional (pribumi) dalam keberhadapannya dengan Islam Universal yang bertipologi radikal. 4. Memacu penerapan alih teknologi tepat guna, dalam meningkatkan segenap aspek ketahanan nasional. 5.Memacu pembangunan infrastruktur politik, sosial dan pertahanan atas dasar kearifan nasional. 6. Memacu pembangunan infrastruktur ekonomi, budaya dan keamanan atas dasar kearifan lokal.

4. Nilai teoritis

Dewasa ini, nasionalisme mempunyai tantangan besar dalam menjawab persoalan bangsa. Ancaman kelompok sparatis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia terjadi secara masif di berbagai wilayah daerah. Kesenjangan kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah berakibat pada model pembangunan yang mengesampingkan kearifan lokal dan tatanan nilai norma masyarakat lokal. Hal ini semakin diperburuk pula dengan gejolak politik pada “tingkat atas” yang cenderung mementingkan kekuasaan. Konflik politik horisontal yang terjadi mengakibatkan kepentingan-kepentingan masyarakat lokal menjadi terabaikan. Ketidakpuasan masyarakat daerah berujung pada tindakan memberontak dan ancaman keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Model tata kelola konflik yang dibangun untuk mengatasi masalah disintegerasi cenderung bersifat represif. Solusi yang diberikan masih tidak melihat keinginan masyarakat daerah, karena pada substansinya pemerintah telah melakukan kebijakan yang sifatnya top down. Suatu kebijakan yang bersifat linier dari atas ke bawah, yang artinya tidak mendengarkan aspirasi masyarakat daerah. Dalam salah satu contoh kasus konflik dan ancaman disintegerasi nasional adalah munculnya gerakan sparatis

5. Nilai filsafat

Nasionalisme dianggap sebagai ungkapan suatu bangsa yang dijadikan dasar bagi terbentuknya kesatuan politik yang bebas dan merdeka. Pejelasan berikutnya adalah bahwa (1) nasionalisme Indonesia muncul karena adanya persamaan nasib tidak merdeka. Dasar dari nasionalisme ini terletak dalam proses perubahan sosial yang digerakkan oleh ekspansi politik dan ekonomi bangsa Belanda yang dianggap mengganggu keseimbangan masyarakat Indonesia, (2) konsep nasionalisme Bung Karno adalah suatu bentuk nasionalisme yang lahir dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaanya, nasionalisme yang cintanya pada tanah air bersendi pada hati nurani umat manusia dan tercipta dari semangat persamaan dan persaudaraan sebagai sebuah bangsa. Nasionalsime ini merupakan suatu konsep politik dan perjuangan untuk memberikan persepsi tentang identitas nasional, (3) makna yang terkandung dalam konsep nasionalisme Bung Karno ini adalah betapa sangat pentingnya menciptakan persatuan dan kesatuan dalam menghadapi berbagai persoalan bangsa. Bagaimanapun juga perbedaan tidak harus dipandang sebagai halangan dalam menciptakan persatuan, akan tetapi harus harus dipandang sebagai suatu potensi strategis dalam menciptakan basis kekuatan dalam menghadapi setiap tantangan dan hambatan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

6. Nilai kemanusiaan

Mempunyai rasa nasionalisme itu sangat penting bagi setiap warga negara, karena dengan mempunyai rasa nasionalisme seseorang akan mempunyai kebanggan terhadap dirinya sendiri karena dia tinggal di negara yang sangat dia cintai. Rasa nasionalistis itu menimbulkan rasa percaya akan diri sendiri, rasa yang mana adalah perlu untuk mempertahankan diri di dalam perjuangan menempuh keadaan-keadaan, yang mampu mengalahkan kita. Mempunyai rasa nasionalisme akan memberikan rasa percaya akan diri sendiri dan akan memberikan keteguhan dalam mempertahankan bangsa dan negara. Namun di Indonesia sendiri konsep nasionalisme yang digunakan berbeda dengan negara-negara lain, karena di Indonesia konsep nasionalisme yang digunakan adalah berdasarkan kepada Pancasila. Nilai-nilai dari konsep nasionalisme indonesia juga berdasarkan kepada pancasila, karena pancasila merupakan dasar dari negara republik Indonesia.

Resensator: Cahmawati Ningrum, S.Pd.

Bandung, 24 September 2019

Tinggalkan komentar